• Berkembangnya Teknologi Jersey: Dari Katun Tebal Sampai Botol Plastik


    Perkembangan zaman mengubah banyak hal, tidak terkecuali dengan jersey sepakbola. Berbagai teknologi dikembangkan untuk membuat jersey yang mutakhir. 
    Jersey sepakbola sudah ada sejak tahun 1870an dan digunakan untuk membedakan tim yang sedang bertanding di lapangan. Dari kaus lengan panjang pertama pada akhir 1800-an hingga kaus super ringan yang mampu “bernapas” di era sekarang, jersey telah mengalami transformasi signifikan. Hari ini, para penggemar sepakbola mengenakan jersey untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap tim yang mereka cintai. Ini merupakan ikrar kesetiaan, tapi jersey sepakbola pertama jauh dari apa yang akan Anda lihat saat ini. Di periode awal, jersey sepakbola terbuat dari katun yang sangat berat dengan kerah dan lengan panjang. Jersey ini tidak memiliki nomor punggung sehingga Anda hanya bisa membedakan kedua tim yang bertanding berdasarkan warna kaus kaki mereka.

     Pada tahun 1950-an, bahan sintetis mulai diperkenalkan. Hal ini membuat jersey tersebut lebih “bernapas” dan ringan daripada pendahulunya. Penggunaan jersey lengan pendek juga kian populer karena terasa praktis untuk bermain di suhu yang lebih panas. Tahun 1960-an tidak melihat banyak inovasi dalam jersey, tetapi pada 1970-an klub sepakbola mulai memakai desain jauh lebih unik.  Pada tahun 70-an, kita juga dapat melihat tim menjual jersey replika mereka untuk fans. Pada tahun 1975, Leeds United mengubah desain jersey mereka menjadi lebih menarik sehingga laku di pasaran. Pada waktu yang sama, jersey klub mulai membawa logo merek sponsor di bagian depan. Sebuah langkah yang membawa banyak keuntungan komersial dan mendorong klub lain untuk mengikuti. Tahun 1990-an, kemajuan teknologi selama 25 tahun terakhir telah memungkinkan perkembangan besar pada jersey dalam cara mereka memproduksi dan mencetak jersey tersebut. Saat ini, jersey sepakbola dibuat dari bahan sintetis yang jauh lebih ringan, biasanya mesh polyesterPolyester berteknologi tinggi, seperti polyester wicking, menyerap sedikit air dan benar-benar menarik kelembaban dari tubuh, memungkinkan para pemain tetap dingin dan kering.Pabrikan jersey berlomba-lomba menginovasikan teknologi yang baru ke dalam jersey yang mereka ciptakan. Produsen asal Amerika Serikat, Nike menciptakan Dri-FIT. Menurut mereka, Dri-FIT adalah microfiber berkinerja tinggi yang menjauhkan keringat dari badan untuk menjaga agar pemain tetap nyaman. Ini bersama dengan lubang potong laser yang membentuk lapisan yang bekerja untuk menciptakan bentuk tubuh pada kain yang dirancang menjaga kontur tubuh alami. Dikombinasikan dengan zona ventilasi, hal ini memungkinkan sirkulasi udara lebih baik lagi di dalam kain. Fitur itu berangkat dari desain NikeFIT lama yang hampir secara eksklusif terbuat dari polyester. Jersey baru itu menggunakan kombinasi kapas dan polimer daur ulang. Celana pendek terdiri dari 100 persen polimer daur ulang, sedangkan jerseynya terdiri dari 96 persen polimer daur ulang. Menurut Nike, botol plastik daur ulang digunakan untuk membuat polimer. Rata-rata menghabiskan 18 botol untuk membuat satu buah jerseyLalu Nike kembali mengembangkan teknologinya dengan melahirkan Nike Vapor yang berteknologi Aeroswift. “Kami melakukan penelitian yang luas dengan pemain tentang apa yang diperlukan untuk seragam masa depan dan temanya mulai dari tampilan yang pas, breathability, dan estetika,” ujar Martin Lotti, Direktur Kreatif Nike. Membuat visi itu menjadi kenyataan dimulai dengan sebuah benang baru. Tim desain Nike menguji ratusan benang sebelum mengidentifikasi sifat sempurna untuk memastikan daya tahan benang tersebut. Hasilnya adalah jersey yang mampu membuang keringat dari kulit 20% lebih cepat dari teknologi Nike yang sebelumnya, juga membantu mengeringkan 25% lebih cepat. Benang bertekstur itu lebih lengkap dari iterasi sebelumnya, yang memungkinkan Nike menggunakan lebih sedikit benang tanpa mempertaruhi transparansi. Sehingga Nike Vapor kit dengan Nike AeroSwift 10% lebih ringan, dengan 50% lebih renggang dari teknologi yang lalu. Tidak mau kalah dengan rivalnya, Adidas juga mengembangkan sebuah teknologi yang disebut adiZero. Teknologi adiZero sebelumnya digunakan oleh sepatu Adidas F50. Teknologi adiZero telah dikombinasikan dengan teknologi ClimaCool untuk membuat jersey yang sangat ringan. ClimaCool adalah teknologi yang lebih lama, yang membantu kain mensirkulasikan udara dan memberikan ventilasi yang lebih baik. Diperkenalkan pada tahun 2012, Adidas mengklaim bahwa jersey adiZero memiliki berat sekitar 40 persen lebih ringan dari yang digunakan di Euro 2012. Berat jersey baru tersebut adalah 100 gram, turun dari 166 gram. Itu mungkin terdengar sedikit, tetapi ketika pemain sepakbola bermain selama 90 menit, hal ini dapat membuat perbedaan besar. Sementara itu, Puma yang sedang mencoba merusak persaingan Nike dan Adidas, menghadirkan fitur PWR ACTV yang diperkenalkan pada pagelaran Piala Dunia 2014 di Brasil. Teknologi ini menggabungkan plester atletik dan kain yang sesuai dengan kompresi dalam jerseynya. Rajiv Mehta, MD Puma India, mengatakan, "Konsep di balik kaus baru itu sederhana - memungkinkan pemain bermain dengan panas di Brasil, sementara tidak membiarkannya mempengaruhi penampilan mereka. Plester ACTV ditempatkan secara strategis di pakaian. Pijatan mikro ke pemain pada area otot tertentu, yang membantu meningkatkan pasokan energi ke otot."Teknologi ACTV adalah teknologi kompresi yang membantu mengurangi getaran otot pada atlet. Anggaplah itu sebagai peregangan karet gelang erat di sepanjang tubuh para pemain, yang memegang otot secara erat untuk mencegah getaran saat berlari. Kompresi bertahap ini membantu pemulihan stamina, yang dalam 90 menit pertandingan bisa membuat perbedaan antara kemenangan atau kekalahan. Mehta mengatakan bahwa inovasi baru diuji pada klub VfB Stuttgart di Jerman dan Botafogo FR di Brasil. "Ini memastikan bahwa produk tersebut diuji dalam kondisi cuaca yang bervariasi. Lebih penting lagi, semua tim terlibat dalam perancangan produk, jadi kami juga tahu apa sebenarnya yang mereka inginkan," tambahnya. Sementara itu, di Indonesia sendiri awalnya memang tidak begitu memperhatikan teknologi jersey yang digunakan oleh pemain sepakbola. Tampaknya produsen serta klub sepakbola di Indonesia lebih memikirkan desain jersey yang menarik sehingga bisa dijual ke pasaran. Tetapi seiring berjalannya waktu, para produsen lokal mulai memikirkan hal ini. Mereka mencoba untuk membuat jersey yang memiliki sirkulasi udara yang baik, cepat kering, dan mampu mengatur kelembaban sehingga keringat di jersey tidak lama menempel. League salah satu produsen lokal membawa teknologi bernama Quick Dry yang membuat jersey tersebut cepat kering, anti-odor (bau), serta breathable. Sementara itu Superior mengusung nama Super Dry sebagai teknologi di jersey mereka. MBB yang mensponsori Arema Malang dan Persiba Balikpapan memiliki teknologi Z Dry. Salvo yang merupakan apparel resmi dari Pusamania Borneo FC mengusung Skinbreather sebagai teknologi terbaik mereka. Kesemua apparel itu memang mengedepankan sirkulasi udara yang baik, membuat jersey cepat kering, dan menjaga kelembaban pada jersey tersebut guna menunjang kebutuhan pemain sepakbola. Seiring berjalannya waktu serta perkembangan zaman dan teknologi, jelas kita berharap apparel lokal Indonesia mampu bersaing dengan apparel luar yang telah lebih dahulu berjaya di belantika sepakbola internasional.

    sumber : https://www.goal.com/id/berita/berkembangnya-teknologi-jersey-dari-katun-tebal-sampai-botol/ofqvanne5axd10pyn13wmjmon


  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar